DITJEN PSLB3 KLHK, Jumat 18 Juni 2021
Perdagangan illegal merkuri menjadi salah satu tantangan
dalam pelaksanaan Konvensi Minamata Mengenai
Merkuri. Perkiraan mengenai nilai perdagangan merkuri secara global diungkap
pada laporan UNEP tahun 2020 yang berjudul “The Illegal Trade in
Chemicals”. Di dalam
laporan, UNEP memperkirakan
bahwa nilai perdagangan ilegal merkuri mencapai lebih dari 200 juta USD per
tahun atau mendekati PDB tahunan suatu negara. Disamping itu, masih pada
laporan yang sama, terungkap jumlah pemakaian Merkuri pada produksi emas global
mencapai 15 – 25 %. Emisi yang dikeluarkan oleh Merkuri berasal dari lebih 70
negara di dunia dengan angka 1400 ton per tahunnya. Selain itu, jumlah pelaku penambang
emas skala kecil (PESK) secara global diestimasi sebanyak 10–19 juta orang
termasuk 4–5 juta terdiri dari wanita dan anak-anak.
Khusus pada kasus Merkuri di Indonesia, berdasarkan data
Kementerian ESDM, jumlah lokasi penambangan ilegal untuk komoditas mineral
sebanyak 2.645 lokasi, dimana lebih dari 85%-nya adalah tambang emas ilegal. Di
sisi lain, estimasi jumlah penggunaan merkuri di lokasi mencapai 6,2 – 85,63 kg
hg/tahun »
13,94 –192,53 ton/tahun. Hal ini tentunya menjadi masalah yang sangat
mengkhawatirkan.
Konvensi Minamata mengatur perdagangan Merkuri dalam Pasal 3. Pasal ini
menjelaskan kewajiban Para Pihak untuk mengendalikan sumber pasokan dan
perdagangan merkuri. Mekanisme perdagangan merkuri dalam Konvensi lainnya
seperti Rotterdam telah dijelaskan secara rinci termasuk oleh pedoman-pedoman
yang tersedia. Namun demikian, Konvensi Minamata tidak secara eksplisit
mengatur upaya-upaya untuk menangani perdagangan ilegal Merkuri.
Perdagangan illegal merkuri, khususnya yang beredar di
pertambangan emas rakyat, menjadi salah satu tantangan yang dihadapi dalam
melaksanakan pengurangan dan penghapusan merkuri. Pengurangan dan penghapusan
merkuri di tingkat nasional dilaksanakan dalam kerangka Peraturan Presiden No. 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi
Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAN-PPM).
Indonesia sebagai salah satu pihak yang terkena dampak dari maraknya perdagangan ilegal merkuri – khususnya di sektor PESK – memandang bahwa permasalahan ini perlu segera diatasi. Di tingkat nasional, Indonesia telah melarang impor dan distribusi merkuri untuk penggunaan di bidang pertambangan emas. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 17 Permendag 47/2019 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44/M-Dag/Per/9/2009 Tentang Pengadaan, Distribusi dan Pengawasan Bahan Berbahaya. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan dan Biro Pusat Statistik tercatat bahwa sejak tahun 2016 tidak terdapat impor merkuri ke Indonesia.