Manado, 22 -24 Juli 2019, Bimbingan Teknis Pemulihan Lahan Terkontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah B3.
Sejalan dengan dibukanya kran investasi di Indonesia guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi, maka terjadi peningkatan usaha dan/atau kegiatan dari berbagai sektor yang juga akan menyebabkan peningkatan penggunaan B3 sebagai bahan pendukung yang berkonsekuensi menghasilkan timbulan Limbah B3. Limbah B3 tersebut harus dikelola dengan baik mengikuti ketentuan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2019 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3. Permasalahan lingkungan hidup muncul apabila Pengelolaan Limbah B3 tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku tersebut. Contoh-contoh masalah di beberapa daerah di Indonesia seperti Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sumatera Selatan dan Riau serta Pulau Kalimantan diantaranya adalah pembuangan ilegal Limbah B3, tempat penyimpanan sementara Limbah B3 yang tidak memenuhi ketentuan teknis, tempat penyimpanan B3 bocor karena faktor teknis ataupaun faktor umur, kapasitas yang berlebihan di tempat penyimpanan Limbah B3, kelalaian dalam kegiatan Pengelolaan Limbah B3 yang menimbulkan terjadinya kedaruratan.
Hal
tersebut dapat berujung pada terjadinya pencemaran dan/atau kontaminasi Limbah
B3 ke lingkungan yang dapat menimbulkan penurunan kualitas lingkungan baik air,
tanah maupun udara. Selain berdampak terhadap lingkungan, hal tersebut juga dapat
berpengaruh terhadap kualitas hidup dan kesehatan manusia. Berdasarkan
data base Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (KLHK) diketahui bahwa luas lahan terkontaminasi Limbah B3
di wilayah Indonesia sampai dengan tahun 2019 adalah ±1.117.161,76 m2
atau ±111,72 Ha dengan estimasi berat Limbah B3 dan tanah terkontaminasi
±1.239.756,56 ton. Selain kejadian kontaminasi yang ada di lapangan, terdata
juga kejadian kedaruratan dalam kegiatan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3
sampai dengan bulan Juli 2019 sejumlah 40 kejadian skala di tingkat usaha
dan/atau kegiatan. KLHK menangani langsung 10 (sepuluh) kejadian yang sampai
berdampak keluar wilayah usaha dan/atau kegiatan, sementara lainnya
ditanggulangi langsung oleh pelaku usaha dan/atau kegiatan yang disupervisi
oleh pemerintah daerah setempat. Meskipun demikian, pelaporan penanggulangan
tersebut harus tetap disampaikan secara berkala dan tertulis kepada Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Gubernur dan Bupati/Walikota sesuai ketentuan
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 2014.
Berdasarkan
fakta dan data tersebut, maka Direktorat Pemulihan Kontaminasi dan Tanggap
Darurat Limbah B3 KLHK sesuai dengan tugas pokoknya berupaya untuk menurunkan
tingginya jumlah lahan terkontaminasi Limbah B3 melalui peningkatan pemahaman
dan kesadaran berbagai pihak. Salah satu upaya tersebut adalah melalui kegiatan
Bimbingan Teknis Pemulihan Lahan Terkontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah B3
yang diselenggarakan di Manado pada tanggal 22-24 Juli 2019. Jumlah peserta
sebanyak 151 orang yang berasal dari 23 instansi lingkungan hidup provinsi dan kabupaten/kota, 57
perusahaan pertambangan, energi dan migas serta 15 perusahaan manufaktur,
agroindustri dan jasa.
Kegiatan ini tidak hanya
berupa penyampaian materi mengenai kebijakan dan aspek-aspek pemulihan lahan
terkontaminasi Limbah B3 oleh para narasumber, namun disertai juga dengan
praktek penyusunan Rencana Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup, Penyusunan
Proposal SSPLT, serta Penyusunan Program Kedaruratan Pengelolaan B3 dan/atau
Limbah B3. Dengan melakukan praktek tersebut, diharapkan peserta dapat lebih
menyerap materi yang disampaikan sebelumnya. Pencapaian dari kegiatan ini dapat diukur
keberhasilannya melalui pelaksanaan tes sebelum kegiatan (pre test) dan tes setelah pelaksanaan kegiatan (post test).
Direktur Pemulihan Kontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah B3 (Dr. Haruki Agustina, M.Sc) Ditjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 KLHK berkenan hadir untuk menyampaikan sambutan dan membuka acara ini secara resmi. Dalam sambutannya tersebut disampaikan bahwa kegiatan ini merupakan salah satu bentuk sarana untuk menyamakan persepsi dan pemahaman mengenai Pemulihan Lahan Terkontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah B3. Selain itu, disampaikan juga bahwa kegiatan ini diharapkan dapat lebih meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar stakeholders dalam pelaksanan pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3.
Upaya untuk menangani lahan terkontaminasi Limbah
B3 tersebut hendaknya juga mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor 101 Tahun 2018 mengenai Pedoman Pemulihan Lahan Terkontaminasi Limbah B3
yang relatif baru dan perlu disosialisasikan. Selanjutnya, disampaikan bahwa
pada saat ini sedang disusun juga Rancangan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan di Bidang Sistem Tanggap Darurat Pengelolaan Limbah B3. Oleh sebab itu pada kesempatan ini diundang
juga pemerintah daerah yang di wilayahnya rentan mengalami kedaruratan dalam
kegiatan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3.
Pada kesempatan ini, hadir juga Ibu Ir. Marly Gumalag, M.Si selaku Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Utara yang berkenan untuk menyampaikan sambutan Gubernur Provinsi Sulawesi Utara. Dalam sambutannya tersebut disampaikan agar terjadi peningkatan sinergitas kerja dan kapasitas kerja di bidang lingkungan hidup. Salah satu spirit pembangunan daerah adalah pembangunan berkelanjutan dengan cara memantabkan pembangunan infrastruktur yang berwawasan lingkungan, program-program perubahan iklim, persampahan, pelestarian lingkungan dsb. Dalam sambutannya tersebut disampaikan juga bahwa mengingat ruang lingkup pengelolaan lingkungan hidup yang sangat luas, maka diperlukan kerjasama berbagai pihak baik Pemerintah, pemerintah daerah, pelaku usaha dan/atau kegiatan, serta membutuhkan keterlibatan masyarakat.