Fasilitas pengelolaan
Polychlorinated Biphenyls (PCBs) non thermal yang pertama di Indonesia telah
diresmikan di Bogor (17/5). Fasilitas
ini merupakan salah satu proyek kerjasama teknis antara Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama United Nations Industrial Development
Organization (UNIDO). Proyek kerjasama teknis dengan judul
“Introduction of an Environmentally-sound Management and Disposal Systems for
PCBs Wastes and PCB-contaminated Equipment” tersebut bertujuan untuk
menghapuskan PCBs di Indonesia.
Direktur Jenderal
Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun (PSLB3) Rosa Vivien
Ratnawati menegaskan komitmen Indonesia dalam mendukung pencapaian target
global pemusnahan PCBs pada akhir tahun 2028. Vivien menyampaikan, “Hari ini, 22 tahun sejak
penandatanganan Konvensi Stockholm atau 14 tahun sejak ratifikasi, Kementerian
LHK menegaskan bahwa tidak ada yang berubah dari komitmen tersebut. Bahkan
komitmen tersebut hanya semakin kuat dan akan segera diintegrasikan dan diimplementasikan
melalui penguatan berbagai mekanisme nasional terkait pengawasan kinerja
pengelolaan lingkungan, diantaranya melalui mekanisme PROPER.”
Terkait komitmen Indonesia untuk menghilangkan PCBs, KLHK telah mendapatkan
hibah dari UNIDO melalui pendanaan dari Global Environmental Fund (GEF) berupa
pembangunan fasilitas pemusnahan PCBs yang memperkenalkan metode non-thermal
atau non-combustion pertama di Indonesia. Fasilitas tersebut
dioperasionalisasikan oleh PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PT PPLi)
sebagai operating entity yang telah memenuhi persyaratan teknis dan lokasi
sebagaimana ketentuan yang ditetapkan secara nasional. Dimana berdasarkan hasil
verifikasi teknis, kinerja fasilitas pengelolaan PCBs non thermal ini
sudah dalam proses mendapatkan Surat Kelayakan Operasional (SLO) dari KLHK.
PCBs adalah senyawa yang sangat berbahaya dan beracun yang saat ini masih
terdapat pada trafo dan kapasitor listrik, terutama pada minyak dielektrik
(oli) yang terkandung di dalam kedua peralatan tersebut. PCBs telah terbukti
menyebabkan berbagai jenis kanker (karsinogenik), kerusakan syaraf, gangguan
sistem pencernaan, memicu kemandulan dan ketidakseimbangan hormon (termasuk
kebancian). Dalam dosis yang tinggi, PCBs dapat menyebakan kematian dan
keracunan massal sebagaimana yang terjadi di Jepang pada tahun 1968.
PCBs mampu mencemari tanah, air dan udara mulai dari puluhan tahun hingga
waktu yang tidak diketahui karena tidak dapat terhancurkan secara alami. PCBs
juga mencemari rantai makanan karena bersifat bioakumulatif dan biomagnifikasi.
Penelitian yang dilakukan oleh sejumlah peneliti dari Badan Riset dan Inovasi
Nasional (BRIN) serta Kementerian LHK mengungkap cemaran PCBs di Sungai
Citarum, Ciliwung dan Cisadane. PCBs telah mencemari puluhan jenis ikan konsumsi
di sungai dan pesisir laut Indonesia, bahkan telah terdeteksi pada Air Susu Ibu
di beberapa kota di Jawa dan Sumatera.
Menteri LHK telah menerbitkan peraturan tentang Pengelolaan Polychlorinated
Biphenyls (PCBs) yaitu Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
29 Tahun 2020 tentang Pengelolaan PCBs yang secara tegas mengatur batas waktu
pemusnahan PCBs. Fasilitas Pengolah PCBs yang diresmikan pada Rabu (17/5)
merupakan salah satu hasil (output) penting dari Proyek PCBs antara Kementerian
LHK dengan UNIDO, sekaligus milestone penting dalam memusnahkan 200.000 ton
limbah PCBs cair dan 600.000 ton lainnya material padat terkontaminasi PCBs.
“Fasilitas ini merupakan yang pertama dan satu-satunya di Indonesia yang
mengadopsi metoda pemusnahan non-combustion atau non pembakaran. Jika metoda
pemusnahan pembakaran menghasilkan emisi CO2 dan berpotensi membentuk senyawa
beracun Dioksin dan Furan, maka teknologi non pembakaran sama sekali tidak akan
menghasilkan emisi gas-gas yang berbahaya,” ungkap Vivien. Dipilihnya PT. PPLi
selaku pihak ketiga yang telah berpengalaman di dalam pengelolaan limbah B3
diharapkan dapat mendukung keberlanjutan pemanfaatan dan operasional fasilitas
secara profesional.
Perwakilan UNIDO Indonesia, Salil Dutt mengungkapkan bahwa UNIDO secara
global mempromosikan penggunaan metoda non pembakaran untuk pemusnahan PCBs
karena lebih ramah lingkungan dan sesuai dengan rekomendasi Konvensi Stockholm.
“UNIDO berkomitmen mendukung negara pihak untuk memusnahkan PCBs merujuk kepada
Best Available Technology (BAT) yang direkomendasikan oleh Konvensi Stockholm,
terutama metoda non pembakaran. Hingga saat ini UNIDO telah mendukung
pemusnahan PCBs di 32 negara di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika melalui skema
kerja sama dengan GEF. Total dana hibah GEF yang telah dikelola adalah sebesar
USD 80 juta dan didukung penyertaan anggaran dari para mitra sebesar lebih dari
USD 360 juta. Sementara ini, jumlah limbah PCBs yang telah dimusnahkan adalah
lebih dari 24.000 ton dan akan terus bertambah hingga akhir tahun 2028,” ujar
Salil.
Peta jalan dalam mencapai penghapusan PCBs dari bumi Indonesia cukup
menantang. Saat ini diperkirakan terdapat minimal 1,2 juta unit trafo aktif
yang dimiliki oleh industri tanah air, terutama dari sektor yang membutuhkan
dan mengelola energi listrik besar seperti industri pembangkitan, minyak dan
gas, kimia, pulp dan kertas, besi baja, pertambangan serta manufaktur. Dari
jumlah tersebut, hampir 10% diantaranya diduga terkontaminasi PCBs dengan total
potensi limbah sebesar lebih dari 800.000 ton yang sebagian besar bersumber
dari kontaminasi silang PCBs (yaitu ketika trafo bersih terjangkit PCBs dari
trafo lain yang terkontaminasi). Pola kemitraan
public-private partnership merupakan pendekatan yang dipilih KLHK dan UNIDO
untuk pengelolaan limbah PCBs non thermal di Indonesia.
“Sinergi antara KLHK,
UNIDO, GEF dan PPLi dalam pembangunan dan pengoperasion fasilitas pemusnahan
PCBs ini diharapkan akan menjadi sebuah lessons learned tidak hanya bagi
Indonesia, namun juga bagi negara lain khususnya di Kawasan Asia Pasifik. Yang
tidak kalah penting untuk digarisbawahi, bahwa sinergi ini merupakan dukungan
dan solusi nyata bagi perusahaan-perusahaan pemilik PCBs yang terdapat di
Indonesia, yaitu mereka yang memiliki komitmen dalam menjaga dan melindungi
lingkungan menuju pembagunan berkelanjutan yang mensejahterakan, berkeadilan,
dan dirasakan manfaatnya oleh seluruh lapisan masyarakat," tutup Vivien.