DITJEN PSLB3 KLHK, Rabu 15 Juni 2022
Dilansir dari
: https://www.neraca.co.id/article/164157/dirjen-pslb3-klhk-rosa-vivien-ratnawati-indonesia-serius-dalam-penanganan-illegal-traffick-limbah
Stockholm - Di sela waktu
berlangsungnya pertemuan Konvensi Internasional Basel, Rotterdam dan Stockholm
terkait bahan kimia dan limbah dari tanggal 6 - 17 Juni 2022 yang mengambil
tema “Global Agreements for a Healthy Planet: Sound Management of Chemicals and
Waste”, Dirjen Pengelolaan Sampah Limbah dan B3 (PSLB3), Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rosa Vivien Ratnawati menjadi salah satu pembicara
bersama-sama dengan perwakilan Bea dan Cukai Thailand dan Interpol Italia pada
side event “Combatting Illicit Waste Flows from the EU to South-East Asia:
Contributions to Sound Managements of Waste and to the Implementation to the
Basel Convention.”
Pada side event yang
diselenggarakan oleh UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime) dan berlangsung
pada hari Selasa (14/6/2022), Indonesia menyampaikan pengalamannya dalam
menyelesaikan permasalahan impor ilegal limbah non B3 yang ternyata
terkontaminasi dengan limbah B3 dan tercampur dengan sampah (Experience Sharing
from Indonesia: Illegal Trafficking of Waste, causes and remedies).
Dirjen PSLB3 Ibu Rosa Vivien
lebih lanjut mengatakan, perdagangan limbah antar negara menjadi salah satu
perhatian utama pada agenda Basel Convention. Indonesia sendiri telah
meratifikasi Konvensi Basel melalui Keppres 61 Tahun 1993 dan meratifikasi Ban
Amendment dengan Pepres 47 Tahun 2005 yang melarang perpindahan limbah
khususnya limbah B3 dari negara maju ke negara berkembang. Indonesia telah
memiliki peraturan yang jelas dan ketat dalam perdagangan limbah non B3 (lintas
batas limbah) termasuk kebijakan dalam pelaksanaannya. Selain ketentuan tidak
boleh terkontaminasi limbah dan sampah, persyaratannya lainnya
bahwa limbah non B3 yang dapat diimpor harus berupa bahan baku produksi
dan hanya dapat diimpor oleh importir produsen yang memiliki fasilitas proses
produksi menjadi produk akhir dan harus berasal dari eksportir yang sudah
mendapatkan registrasi dari perwakilan pemri di negara asal limbah.
Diungkapkan oleh Dirjen Rosa
Vivien, Interpol Italy menyampaikan bahwa diperlukan keterlibatan kepolisian
dalam penanganan perdagangan limbah ilegal dalam lingkup kerjasama
internasional mengingat isu perdagagan limbah ilegal termasuk 4 besar kejahatan
bisnis global. Terkait peranan Customs (Bea dan Cukai) disampaikan oleh
Thailand bahwa ada perbedaaan jalur dalam menerima limbah (red line dan green
line). Jika kontainer yang datang masuk ke jalur merah maka perlu dilakukan
x-rays untuk melihat isinya dan hal ini juga sudah diterapkan oleh Bea dan
Cukai di Indonesia.
“Memperhatikan hal ini,
Sekretariat Konvensi BRS merasa perlu untuk dibangun kerjasama internasional
dalam penanganan illegal traffic untuk limbah terutama dalam hal pertukaran
informasi dari negara maju dan negara berkembang (ASEAN),” ujarnya.
Peran KLHK dalam Penanganan
Impor Limbah
Dijelaskan Rosa Vivien, peran
KLHK dalam penanganan impor limbah ilegal bersama dengan Bea dan Cukai adalah
melakukan pemeriksaan terhadap container yang terindikasi mengandung limbah
ilegal dan merekomendasikan hasil pemeriksaan apakah bersih dan dapat diterima
atau bilamana hasilnya kotor dan terkontamisa limbah B3 dan sampah maka harus
direekspor.
Dalam pelaksaaan reekspor,
Dirjen PSLB3 sebagai focal point Konvensi Basel telah melakukan notifikasi ke
negara asal limbah untuk mengabil kembali limbahnya. Pada kasus terkahir tahun
2019, dari 1121 kontainer yang diperiksa, maka 423 kontainer
dikategorikan ilegal dan telah berhasil dilakukan reekspor 309 kontainer ke
negara asalnya.
Saat ini impor limbah non B3
telah ditangani bersama dengan Satgas Khusus Pemeriksaan Importasi imbah Non
B3. Satgas Khusus ini beranggotakan perwakilan dari kementerian terkait yaitu
Menko Maritim dan Investasi, Sekretariat Kabinet, Ditjen Bea Cukai Kementerian
Keuangan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian dan Kepolisian.
Diharapkan dengan pengalaman
yang dimiliki Indonesia, persyaratan yang lebih ketat dan adanya satgas lintas
kementerian makan importasi limbah non BN3 dapat terawasi sehingga dapat
menunjang sirkular ekonomi dan bukan menambah beban lingkungan. (Mohar/Iwan)