DITJEN PSLB3 KLHK, Kamis, 24 Mei 2022
Kewajiban pengurangan oleh produsen telah melahirkan tantangan dan juga
peluang bisnis baru di Indonesia. Sebagai pedoman pelaksanaan kewajiban produsen
dalam pengurangan sampah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menerbitkan Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) No. P.75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan
Pengurangan Sampah oleh Produsen.
Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh
Produsen ini disusun untuk waktu 10 tahun dimulai sejak 2020 sampai dengan 2029
dengan target pengurangan sampah barang dan kemasan barang serta wadah berbahan
plastik, kertas, kaca, dan aluminium sebesar 30% dari jumlah produk dan/atau
kemasan produk yang dihasilkan dan dipasarkan di tahun 2029. Selain itu, Permen
LHK tersebut mengatur pelarangan penggunaan secara bertahap (phase out) beberapa jenis plastik sekali
pakai sampai 31 Desember 2029.
“Melalui pengaturan phase out, redesign,
pendauran ulang melalui penarikan kembali, dan pemanfaatan kembali, dengan
tegas saya nyatakan bahwa Permen LHK No. P.75/2019 merupakan kerangka hukum dan
kerangka operasional penerapan circular
economy dalam pengelolaan sampah di Indonesia” demikian Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3, Rosa
Vivien Ratnawati menyatakan dalam Acara Dialog Nasional Pengurangan Sampah Oleh Produsen, Peluang dan Tantangan Menuju Bisnis Yang Berkelanjutan
yang diselenggarakan atas kerja sama
Direktorat Pengurangan Sampah, Ditjen PSLB3 KLHK dengan GIZ-Project Rethinking Plastic - Circular
Economy Solutions to Marine Litter pada 24 Mei 2022 di Jakarta.
Permen P.75 juga telah membuka peluang tumbuhnya peluang bisnis dengan model bisnis yang sama sekali
baru, unik, dan tidak pernah terpikirkan sebelumnya atau melakukan perubahan model
bisnis lama dengan sentuhan modern melalui penerapan socio-entrepreneurship
dan ekosistem digital. Sampai Mei 2022 ini, sudah ada 145 pelaku usaha yang berkaitan dengan pengurangan
dan penanganan sampah di Indonesia dalam pelbagai bentuk model bisnis yang mendorong gaya hidup minim sampah, antara lain toko curah (bulkstore),
bisnis isi ulang produk (refill), bisnis penyewaan
wadah makanan (reuse), pengumpul sampah (waste collector), dan bisnis upcycle. Tumbuh pula
bisnis yang fokus dalam inovasi produk alternatif pengganti plastik hingga bisnis Karangan Bunga Digital untuk mencegah timbulan pada saat acara
pernikahan.
Pada dialog
ini KLHK mengundang Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) sebagai lembaga
yang berwenang menerbitkan izin edar produk. KLHK memandang BPOM adalah mitra
strategis dalam mensinergikan kebijakan pengelolaan sampah kemasan dan tanggung
jawab produsen dengan kebijakan izin edar.
Dialog ini juga menjadi ajang untuk membuka atau memperluas kemitraan antara Produsen dengan pelaku wirausaha (socio-enterpreuneurship) yang berkaitan dengan pengelolaan sampah, dalam mengembangkan model bisnis yang
berkelanjutan sekaligus memberikan opsi yang lebih luas munculnya produk dan
kemasan yang ramah lingkungan kepada masyarakat, antara lain produk yang dijual
tanpa kemasan, produk dengan kemasan yang layak dan mudah dikomposkan (compostable), produk dengan kemasan yang layak dan mudah diguna
ulang (reusable), produk yang mudah diisi ulang, dan produk dengan kemasan
yang layak dan mudah didaur
ulang (recycleable) hingga opsi penggunaan kemasan yang dapat
dikembalikan ke produsen (returnable packaging).
“Saya ingin nyatakan bahwa, mulai
sekarang dan di masa depan hanya bisnis berkelanjutan (sustainable business)
saja yang akan bertumbuh dan bertahan karena hal itu bukan lagi pilihan,
melainkan kebutuhan” pungkas Ibu Vivien.