DITJEN PSLB3 KLHK, 11 November 2022
Indonesia berkomitmen
akan terus mengarusutamakan efisiensi sumber daya dan penerapan ekonomi
sirkular melalui Ekonomi Digital untuk Pemulihan Hijau. Pemulihan Hijau
bertujuan untuk mengatasi tiga tantangan global yang saling terkait yaitu
perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, dan polusi. Upaya ini
diharapkan akan berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi dan daya saing,
serta kesejahteraan manusia.
Opsi lain yang ditempuh
yaitu pemanfaatan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Tidak Berbahaya, yang
diharapkan dapat mengemisikan Gas Rumah Kaca (GRK) seminimal mungkin. Begitu
juga dengan mendorong penerapan konsep Circular Economy, yang mengedepankan keseimbangan
efisiensi biaya produksi terhadap optimalisasi penggunaan sumber daya dan
energi, serta mengurangi produksi limbah dan emisi.
Konsep ini juga
memungkinkan untuk mengekstrak bahan yang lebih penting dari limbah dan
mengembalikannya ke siklus proses, yang secara signifikan mengurangi input
bahan baku, dan menghasilkan nilai tambah, tidak hanya sebagai produk tetapi
juga sebagai sumber energi.
Pengembangan konsep
Circular Economy dalam Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Tidak Berbahaya
untuk menurunkan emisi GRK harus dipadukan dengan aspek-aspek industri
keberlanjutan. Pertama, implementasi Pendekatan Strategis Manajemen Bahan Kimia
Internasional (SAICM) untuk meminimalkan dampak berbahaya bagi kesehatan
manusia dan lingkungan. Kedua, pengurangan Limbah B3 dan Non B3 melalui
substitusi material, modifikasi proses, dan/atau penggunaan teknologi ramah
lingkungan untuk meningkatkan persentase pemulihan bahan baku. Ketiga,
mendorong pengelolaan limbah B3 dan Non B3 secara cradle to cradle, melalui
pemanfaatan kembali limbah. Keempat, pencegahan perpindahan sampah lintas batas
yang tidak sah.
Disampaikan Vivien, jika dalam kasus limbah B3 dan non B3 tidak dapat ditangani di dalam negeri, maka limbah tersebut akan dikirim ke negara lain dengan pengelolaan berwawasan lingkungan yang tepat untuk pemulihan dan daur ulang.
Di sisi lain, Indonesia
juga menerima limbah non B3 sebagai bahan baku di sektor industri. Impor ini
juga berarti untuk mendukung sektor industri lokal yang masih membutuhkan bahan
baku dari impor seperti skrap kertas, skrap plastik, skrap logam, skrap karet,
skrap kaca dan skrap kapas. Sehingga pada tahun 2022 sekitar 107 industri mendapat
izin impor Limbah Non B3 dari Pemerintah Indonesia.
Lebih lanjut, Vivien
menjelaskan selama tahun 2022, sebanyak 81,87 juta ton limbah B3 telah
dihasilkan dari pertambangan, energi, minyak dan gas, industri manufaktur,
agroindustri, dan limbah medis di Indonesia. Selanjutnya, kira-kira. Sebanyak
60,58 juta ton (±74%) telah dikelola melalui pemanfaatan, pembakaran dan/atau
penimbunan. Sedangkan limbah non B3 termasuk fly ash dan bottom ash yang
dihasilkan dari PLTU, slag yang dihasilkan dari peleburan mencapai 11,28 juta
ton. Dengan jumlah tersebut, 53% dikelola oleh produsen sendiri sedangkan
sisanya dikelola oleh pihak ketiga.